A. Pendahuluan
Guru dan jabatannya telah hadir cukup lama di Negara
kita ini. Meskipun hakikat, fungsi, latar belakang, tugas, kedudukan
sosiologisnya beserta hambatan dan tantangannya pun telah banyak mengalami perubahan. Bahkan ada yang secara
lugas yang mengatakan bahwa sosok guru telah berubah dari tokoh yang ditiru,
dipercaya dan dijadikan panutan, diteladani, agaknya menurun dari tradisi latar
padepokan menjadi oknum yang “wagu lan
kuru”, kurang pantas dan “kurus”, ditengah-tengah berbagai bidang pekerjaan
dalam masyarakat yang semakin terspesialisasikan.
Sejalan dengan kenyataan itu, keberhasilan pendidikan
nasional akan ditentukan oleh keberhasilan kita sebagai seorang guru dan
pendidik dalam mengelola pendidikan nasional manakala didalamnya guru menempati
posisi utama. Dan penting memang harus diakui dan tak dapat disangkal lagi
selama ini peran guru diperlakukan “kurang
taat asas” dalam arti dinyatakan sebagai sosok panutan, namun tampa
disertai kesedian untuk menghargai tugas mereka sebagaimana mestinya. Dengan
kata lain, keinginan untuk “memprofesionalisasikan”
jabatan guru masih belum memiliki pijakan struktural yang memadai.
Dalam Implementasinya, jabatan guru sangat
berhubungan erat dengan hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam proses
pembelajaran. Tantangan ini berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal)
yang perlu ditangani dengan perhatian khusus agar tantangan dan permasalahnnya
tidak berakibat negative terhadap proses pembelajaran. Oleh karena itu pada kesempatan ini pemakalah akan mencoba
mengkaji tentang tantangan guru dalam pembelajarannya, serta mengkorelasikannya
dengan tantangan jabatan fungsional keguruan.
B.
Pembahasan
a.
Tantangan Guru Dalam Pembelajaran
Menjadi seorang guru tidaklah mudah. Pun dengan
segala prediket yang disandangnya (pahlawan tanpa tanda jasa, pekerjaan yang
mulia, dan berbagai prediket terpandang lainnya) tak membuang profesi ini kesepian
dari suara-suara sumbang masyarakat. Suara-suara yang muncul tatkala pendidikan
tak mampu lagi mencetak pribadi yang berkualitas dan berakhlak karimah. Memang
tak mudah menjadi seorang guru yang profesional. Ada banyak hal tantangan dan
segudang permasalahan yang harus diselesaikan agar menjadi seorang guru yang
unggul dalam profesinya dan dapat mencetak pribadi yang berkualitas baik dari
segi intelektual maupun dari segi religius.
Dalam proses pembelajaran misalnya, banyak hal yang
harus dipertimbangkan oleh seorang guru agar terciptanya situasi pembelajaran
yang efektif. Biasanya dalam pembelajaran guru menyajikan informasi kepada
siswa dengan menggunakan berbagai metode, strategi, yang sesuai dengan standar
kurikulum dan kemampuan siswa. Selain itu juga terjadi interaksi antara guru
dengan siswa melalui tanya jawab, diskusi, kelompok kecil, serta pemberian
tugas yang harus diselesaikan oleh siswa. Untuk menunjang keprofesionalitasnya
seorang guru harus memiliki kemampuan untuk merencanakan program pembelajaran.
Kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran itu meliputi perencanaan pengorganisasian
bahan pengajaran sampai dengan penilaian hasil belajar (evaluasi pembelajaran)[1].
Menurut Syafruddin Nurdin ada beberapa pola kegiatan
guru dalam pembelajaran serta tantangan yang dihadapinya antara lain :
1.
Pola pembelajaran yang efektif
Guru sebagai tenaga pendidik harus mampu
mensinergiskan suatu kegiatan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang
digunakannya. Hal ini dapat menunjang kemampuan siswa dalam berorientasi
mengolah materi yang akan diajarkan. Tantangan yang acap kali dihadapi adalah
guru sering tidak mampu menganalisa gaya dan pola belajar siswa, sehingga hal
ini memungkinkan pemakaian metode pembelajaran yang salah dan tidak sesuai
dengan kepribadian siswa. Sebagai contoh banyak siswa dapat belajar mandiri,
sementara siswa lainnya lebih senang belajar dalam situasi pengajaran yang
beraturan dan terpimpin. Perbedaan diantara siswa ini mengharuskan guru
menggunakan berbagai metode pengajaran yang berbeda pula.
2.
Kondisi dan Asas untuk Belajar yang Berhasil
Pengajaran
yang efektif ditandai oleh berlangsungnya proses belajar secara optimal. Proses
belajar dapat dikatakan berlangsung apabila siswa dapat mengetahui atau
melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui atau dapat dilakukan olehnya.
Jadi hasil belajar akan terlihat dengan adanya tingkah laku baru dalam
pengetahuan berpikir atau kemampuan jasmaniah. Dikarenakan tugas perancangan
pengajaran adalah membantu terjadinya proses belajar, maka seorang guru harus
mampu menyadari dan memanfaatkan kondisi dan asas yang telah terbukti mendukung
proses belajar tersebut dengan baik.[2]
Louis
V. Gesrtner dkk, membagi kedalam delapan permasalahan yang akan dihadapi oleh
guru dalam mengkondisikan asas belajar yang berhasil untuk siswa diantaranya :
a)
Persiapan
Sebelum Mengajar
Siswa harus lulus dengan nilai yang memuaskan dalam
pelajaran prasyarat sebelum memulai sesuatu program atau satuan pelajaran
tertentu. Kalau hasil belajar sebelumnya tidak cukup dikuasai, pelajaran berikutnya
menjadi kurang berati dan belum layak untuk dilanjutkan kepada materi
selanjutnya..
b)
Sasaran
belajar
Siswa dapat memperoleh informasi lebih banyak dan
mengingatnya dengan jangka waktu yang lebih lama apabila sasaran belajar ditulis
dengan cermat dan disusun secara sistematis.
c)
Susunan
Bahan Ajar
Proses belajar dapat ditingkatkan
apabila bahan ajar atau tata cara yang akan dipelajari tersusun dalam urutan
yang bermakna. Kemudian, bahan ajar tersebut harus disajikan pada siswa dalam
beberapa bagian ; susunan dan tata cara ini dapat membantu siswa dalam
menggabungkan dan memadukan pengetahuan atau proses secara pribadi.
d) Perbedaan individu
Siswa belajar dengan cara dan kecepatan
yang berbeda-beda. Akan tetapi bukti menunjukkan bahwa sebagian siswa dapat
mencapai sasaran pembelajaran dengan cara yang memuaskan apabila mereka,
menggunakan bahan yang tepat, diperbolehkan belajar menurut kecepatan mereka
masing-masing.
e)
Motivasi
Seseorang mau belajar apabila memang terjadi proses
pembelajaran. Keinginan itu timbul karena adanya motivasi. Motivasi akan timbul
pada diri seseorang apabila pengajaran dipersiapkan dengan baik, sehingga
dirasakan penting dan menarik untuk siswa. Hal ini seringkali menimbulkan
masalah ketika guru tidak mampu menumbuhkan motivasi kepada diri siswa
dikarenakan karena pengalaman guru yang kurang
memadai dan tidak dapat menarik perhatian siswa dalam belajar.
f)
Sikap
Mengajar
Sikap positif yang diperlihatkan oleh guru terhadap
materi pembelajaran yang disajikan kepada siswa dan terhadap metode pengajaran
yang digunakan, dapat mempengaruhi motivasi dan sikap siswa terhadap suatu
materi pembelajaran. Apabila siswa benar-benar melihat sikap yang positif dari
guru, maka siswa akan cenderung bertingkah laku positif pula, begitu juga
sebaliknya.[3]
Agus Makmun Dan Abdul Mukti (2003) mengemukakan,
ada dua macam klasifikasi tantangan yang dihadapi oleh pendidik dewasa ini,
yang mana tantangan tersebut bersifat internal dan eksternal. Adapun tantangan yang
bersifat internal menyangkut program pemahaman, perencanaan, pelaksanaan,
penerapan, dan evaluasi. Sedangkan tantangan eksternal menyangkut kemajuan IPTEK,
globalisasi informasi, perubahan politik, sosial, dan budaya bangsa.
Memaknai dua macam tantangan
tersebut, senyatanya ingin dikatakan bahwa problematika kegagalan dan
permasalahan pembelajran yang dihadapi oleh guru begitu kompleksnya. Aspek
psikologis, kultur, dan sosial budaya siswa sangat berpengaruh besar dalam
proses internalisasi nilai-nilai agama dan kependidikan ke dalam sikap dan perilakunya.[4]
Seorang
guru misalnya, ketika membelajarkan pesan-pesan moralitas agama kepada siswa
disarankan agar mampu memperhatikan perkembangan siswa dari berbagai aspek,
misalnya aspek akal, yaitu melalui penjelasan manfaat dan hikmah ritual agama,
aspek emosional yaitu dengan membangkitkan rasa cinta dan penghargaan serta apresiasi
terhadap agama, aspek minat yaitu dengan memperhatikan perkembangan minat siswa
terhadap agama, aspek sosial yaitu dengan membiasakan siswa melakukan
tindakan-tindakan terpuji.
Berbagai bentuk tantangan dan
permasalahan hadir dalam lingkup pembelajaran. Ma’ruf Musthafa menguraikan
penyebab-penyebab timbulnya pola tingkah laku negatif pada siswa diantaranya :
v Saat siswa memasuki usia remaja. Masa
ini kerap disebut masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
v Kebiasaan dari teman sebaya (teman
dekatnya). Secara emosional siswa cenderung meniru kawan-kawannya. Meniru
adalah modal utama siswa untuk bergaul dengan sesamanya.
Problematika inilah yang dihadapi oleh
setiap tenaga pendidik dalam pembelajaran disekolah. Siswa yang mengidap
penyakit moral pun menjadi perhatian utama oleh guru, dimana gejala awal
seperti enggan belajar, apatis terhadap keadaan buruk yang menimpanya,
pergaulan yang menohok perilaku sosialnya, dan penyakit-penyakit sosial lainnya
akan sulit oleh guru untuk mengubah perilakunya. Disinilah dibutuhkan sosok
seorang guru yang sempurna dimana ia mampu untuk “meng-install” kembali perilaku mental dan sosial siswanya. Tenaga
kependidikan itu harus mampu mengkombinasikan sentuhan-sentuhan akal,
emosional, dan spiritual yang bergerak disemua aspek perilaku siswa.
Untuk itu guru adalah seorang yang paling
berkompeten dalam hal merubah pola, sikap dan
perilaku siswa. Tidak saja sebagai pengajar dan pendidik dengan hanya
mendesaign program perencanaan pembelajaran disekolah, melainkan mampu
membimbing siswa kearah perubahan sikap dan perilaku yang positif secara
optimal.
Tantangan ini harus bisa dimanfaatkan
oleh guru dalam membentuk karakteristik siswa. Dalam hal ini guru harus lebih
jeli mengindetifikasi beberapa hal yaitu pertama, guru harus mampu mengakaji
akar persoalan yang mendorong timbulnya sikap dan perilaku negative pada siswa,
kedua guru harus menghindari sikap menganggap lemah, menghina, merendahkan,
mengekang, menakut-nakutkan, dan menghindari penggunaan cara-cara kekerasaan
dalam menyelesaikan persoalan ketiga, pemberian ganjaran dan siksaan (reward and punishment) haruslah
bijaksana, jangan sampai menimbulkan reaksi dan rangsangan untuk mengulangi
sikap dan perilaku negatif dari siswa. Yang paling pokok dalam penyampaian
materi pembelajaran adalah sikap keikhlasan dan ketulusan seorang guru, bukan hanya
semata “royaliti” yang didambakannya.
b.
Tantangan Profesionalisasi Jabatan Guru
Hakikat keprofesionalan jabatan
guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa guru adalah
jabatan atau pekerjaan yang profesional, meskipun pernyataan ini dikeluarkan
dalam bentuk resmi. Sebaliknya, status profesional hanya dapat diraih melalui
perjuangan yang berat dan cukup panjang. T. Raka Joni mengemukakan ada lima
tantangan yang dihadapi oleh guru menyangkut keprofesionalannya dalam proses
pembinaan diri menuju tenaga pendidik yang ideal, antara lain meliputi :
1. Bidang Layanan Keahlian
Bidang
keguruan belum merupakan profesi dalam arti yang sepenuhnya. Akan tetapi apabila
kita memusatkan perhatian dan kepedulian akan kebutuhan sumber daya manusia
yang berkualitas tinggi, maka penanganan layanan pendidikan mulai dari
perencanaan sampai dengan penyelenggaraannya dari hari ke hari mutlak memerlukan
tenaga-tenaga yang profesional. Sebaliknya, persiapan menjemput generasi
cemerlang untuk hari esok saat ini membutuhkan guru-guru yang benar-benar
memiliki ketanggapan yang berlandaskan kearifan (Informed
Responsiveness) terhadap kemungkinan masalah-masalah pendidikan yang akan
dihadapi dimasa mendatang.
2. Adanya mekanisme untuk memberikan
pengakuan resmi kepada program pendidikan pra-jabatan yang memenuhi standar
yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya tahap ini pun masih memberikan
sebuah dampak kelemahan, dimana dewasa ini pengakuan lebih banyak didasarkan
kepada kepemilikan status yang sering disebut dengan Akreditasi.
3.
Adanya
mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan program pendidikan
kepada guru yang memiliki kemampuan minimal yang diprasyaratkan atau yang
sering disebut dengan Sertifikasi Guru.
4.
Secara
perorangan atau kelompok, kaum pendidik bertanggung jawab penuh atas segala
aspek kependidikan, dalam melaksanakan tugasnya pendidik cenderung mengabaikan
fungsi ini, dan lebih mengedepankan pemanfaatan keahlian dalam materi semata.
5.
Kelompok
pendidik memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi para
anggotanya yang menjunjung tinggi nilai-nilai keprofesionalan, bukan sebaliknya
menjadikan kode etik sebagai sarana acuan norma-norma kependidikan saja.[5]
Dari lima tantangan yang dihadapi itu,
maka ada tiga hal aspek yang harus diperhatikan sangat oleh pendidik sebagai
tenaga kependidikan dalam rangka mencerdaskan siswa-siswanya dalam proses
pembelajaran yaitu tenaga kependidikan haruslah memenuhi syarat untuk
dinyatakan sebagai pendidik, meliputi :
v
Keteladanan
dan keahlian
v
Keterampilan
dalam pengajaran
v
Penguasaan
materi pembelajaran
v
Menyediakan
sarana dan prasarana pembelajaran
v
Metode
pembelajaran yang efrektif
v
Sistem
penilaian dan evaluasi
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa sosok guru yang ideal bukan hanya berperan sebagai seorang
pendidik saja, akan tetapi juga berperan rangkap sebagai pembimbing dan
pembentuk karakter sikap dan pola tingkah laku siswa. Berbagai macam tantangan
yang dihadapi guru hendaknya mampu meningkatkan kualitas keprofesionalannya
dalam mendidik. Salah satu upaya yang dapat dilakukannya adalah merangsang
potensi, motivasi, dan minat belajar peserta didik dan memberikan peluang untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan belajarnya, tidak hanya dari peserta
didik saja, guru pun harus dituntut mampu bertanggung jawab terhadap tugas-tugas
yang diembankan kepadanya.[6]
c.
Tantangan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam
Pembelajaran
Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta
didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
Pendidikan
agama islam adalah usaha sadar untukmenyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran
dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
Sebagai
guru dalam pendidikan agama islam, tidak
mudah menjadi yang profesional, semua itu perlu adanya latihan, pendalaman materi,
pengalaman yang cukup, dan mampu mengahadapi tantangan-tantangan yang dihadapi,
sebagai guru yang mana suatu materi nya kurang dominan diminati oleh para
pelajar masa sekarang, yang lebih mengutamakan pelajaran umum. Bagitu banyak
tantangan yang dihadapi oleh seorang guru PI dalam pembelajaran yaitu
diantaranya:
a.
Tantangan internal PAI
·
Banyak dipengaruhi barat
·
Lebih diutamakan pengajaran dari pada pendidikan
moral
·
Guru PAI bersifat eksllusif
·
Kegiatan PAI tidak integrative
·
Materi PAi tidak integrative dengan disiplim ilmu
lainnya
·
PAi tidak mengikuti perkembangan zaman
·
Materi pelajaran yang masih bersiafat dasar
·
Kurang nya diperkaya dengan metode dan pendekatan
baru
·
Kurangnya saran dan prasarana yang menunjang
mendukung tercapainya tujuan pembembelajran PAI
·
Masih bersifat korespondensi tekstual dan hafalan
·
Penilaian ujian masih lebih mangutamakan aspek
kognisi.
b.
Tantangan eksternal PAI
Ø
Umum
·
Paham keagamaan masih dogmatif- normative
·
Semakin maretanya pengetahuan agama
·
Masing-masing merasa memilki otoritas
·
Tidak adanya tokoh sentral yang diteladani
·
Semakin kuat nya pengaruh sain dan teknologi
·
Rentannya budaya masyarakat muslim
Ø
Khusus
·
Warisan agama yang masih cendrung dogmatif
·
Adanya pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum
·
Tidak adanya keberanian merubah paradigm
sekularisasi agama
Dari
tantangan diatas, terdapat Tujuh langkah focus utama guru PAI dalam proses
belajar mengajar pendidikan agama islam, yaitu sebagai berikut:
·
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan ynag telah
diterima dari keluarganya
·
Menyalurkan bakat dan minat untuk mendalami ilmu
agama untuk manfaat pribadi dan orang lain.
·
Memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan
dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama
·
Menangkal dan mencegah pengaruh negative terhadap
paham dan perilaku, amalan keagamaannya.
·
Menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik phisik
maupun phisikis
·
Menjadikan ajaran agama sebagai tuntunan dan rujukan
kehidupannya
·
Mampu memahami ajaran agama dengan baik secara
menyeluruh sesuai dengan daya serap peserta didik
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
Seorang guru yang profesional mampu
mengahdapi dan mengolah tantangan menjadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan,
memahami apa yang diajarkan, menguasai bagaimana mengajarkannya, dan tidak
kalah pentingnya menyadari mengapa dia memilih dan menetapkan pilihan terhadap
sesuatu kegaiatan pembelajaran.
Sejalan dengan kenyataan itu, keberhasilan
pendidikan akan ditentukan oleh keberhasilan kita sebagai seorang guru dan
pendidik dalam mengelola pendidikan nasional manakala didalamnya guru menempati
posisi utama. Dan penting memang harus diakui dan tak dapat disangkal lagi
selama ini peran guru diperlakukan “kurang
taat asas” dalam arti dinyatakan sebagai sosok panutan, namun tampa
disertai kesedian untuk menghargai tugas mereka sebagaimana mestinya. Dengan
kata lain, keinginan untuk “memprofesionalisasikan”
jabatan guru masih belum memiliki pijakan struktural yang memadai.
Dengan demikian tantangan yang dihadapi
oleh guru telah diperhitungkan sebelumnya dan mempetimbangkan kemungkinan
dampak jangka panjang dari setiap tindak-tanduknya. Setiap tindakan dan
keputusan berlandaskan wawasan kependidikan sebagai perwujudan dari ketanggapan
menghadapi permasalahan dalam dunia kependidikan.
2.
Saran
Alhamdulilllah pemakalah ucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat serta hidayah-Nya, sehingga pemakalah
dapat menyelesaikan makalah meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Pemakalah menyadari makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, meskipun usaha ke arah itu telah pemalakah lakukan. Namun
karena tingkat kemampuan pemakalah yang sangat terbatas, oleh karena itu
pemakalah mengharap dari pembaca bisa memberikan kritikan dan saran yang
membantu dan membangun untuk
kesempurnaan makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang dan apa
yang ada dalam makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya, semoga
apa yang telah penulis upayakan mendapatkan ridho dari Allah SWT, Amien….
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Ahmad
Barizi dan Muhammad Idris, Menjadi Guru yang Unggul, Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media, 2010
Syafruddin
Nurdin dan Basyaruddin Usman, Guru
Profesional dan Implementasi Kurikulum
Jakarta : Ciputat Pers 2002
Susi
Herawati, Etika Profesi Keguruan, Batusangkar,
STAIN Batusangkar : 2009
Kusnandar,
Guru Profesional (Implementasi dari KTSP Edisi Revisi), Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada : 2008
Hamzah
B. Uno., Profesi Kependidikan Jakarta :
Bumi Aksara 2008
Soecipto,
Profesi Keguruan Jakarta : Rineka Cipta 2009
[1] Ahmad Barizi dan
Muhammad Idris, Menjadi Guru yang Unggul,
(Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2010) hal : 142-143
[2] Syafruddin
Nurdin dan Basyaruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum
(Jakarta : Ciputat Pers 2002), hal 20-23
[4] Kusnandar, Guru Profesional (Implementasi dari KTSP
Edisi Revisi), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada : 2008), hal 36-40
[5] Hamzah B. Uno., Profesi Kependidikan (Jakarta : Bumi Aksara 2008), hal
18
[6] Soecipto, Profesi Keguruan (Jakarta : Rineka Cipta
2009), hal 48
ปากทางเข้า PG naza123 เว็บไซต์ที่ให้บริการเกมสล็อตออนไลน์ที่มาแรงที่สุดเป็นเว็บไซต์เกมที่มีผู้เล่นเข้ามาเล่นมากมาย PG SLOT มีเกมสล็อตโด่งดังให้ผู้เล่นได้เล่นนานัปการเกม
BalasHapusallslotz88 line ยอดเยี่ยมการผลิตรายได้ของคนยุคสมัยใหม่ pg slot ที่เต็มไปด้วยความมากมายหลากหลาย โอกาสใหม่ๆที่เหมาะสมที่สุด รวมทั้งความเบิกบานใจแบบจัดหนัก จัดเต็ม
BalasHapus