Selamat datang di blog Zainal Masri-Kumpulan makalah atau materi tentang Profesi Keguruan- hanya inilah yang dapat penulis sumbangkan kepada para pembaca, semoga bermanfaat dan dapat menambah ilmu serta wawasan kita lebi-lebih lagi bagi seorang calon guru atau pendidik...

Selasa, 26 November 2013

TANTANGAN GURU DALAM PEMBELAJARAN



A.  Pendahuluan
Guru dan jabatannya telah hadir cukup lama di Negara kita ini. Meskipun hakikat, fungsi, latar belakang, tugas, kedudukan sosiologisnya beserta hambatan dan tantangannya pun telah banyak  mengalami perubahan. Bahkan ada yang secara lugas yang mengatakan bahwa sosok guru telah berubah dari tokoh yang ditiru, dipercaya dan dijadikan panutan, diteladani, agaknya menurun dari tradisi latar padepokan menjadi oknum yang “wagu lan kuru”, kurang pantas dan “kurus”, ditengah-tengah berbagai bidang pekerjaan dalam masyarakat yang semakin terspesialisasikan.
Sejalan dengan kenyataan itu, keberhasilan pendidikan nasional akan ditentukan oleh keberhasilan kita sebagai seorang guru dan pendidik dalam mengelola pendidikan nasional manakala didalamnya guru menempati posisi utama. Dan penting memang harus diakui dan tak dapat disangkal lagi selama ini peran guru diperlakukan “kurang taat asas” dalam arti dinyatakan sebagai sosok panutan, namun tampa disertai kesedian untuk menghargai tugas mereka sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, keinginan untuk “memprofesionalisasikan” jabatan guru masih belum memiliki pijakan struktural yang memadai.
Dalam Implementasinya, jabatan guru sangat berhubungan erat dengan hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Tantangan ini berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) yang perlu ditangani dengan perhatian khusus agar tantangan dan permasalahnnya tidak berakibat negative terhadap proses pembelajaran. Oleh karena itu  pada kesempatan ini pemakalah akan mencoba mengkaji tentang tantangan guru dalam pembelajarannya, serta mengkorelasikannya dengan tantangan jabatan fungsional keguruan.  
B.       Pembahasan
a.        Tantangan Guru Dalam Pembelajaran
Menjadi seorang guru tidaklah mudah. Pun dengan segala prediket yang disandangnya (pahlawan tanpa tanda jasa, pekerjaan yang mulia, dan berbagai prediket terpandang lainnya) tak membuang profesi ini kesepian dari suara-suara sumbang masyarakat. Suara-suara yang muncul tatkala pendidikan tak mampu lagi mencetak pribadi yang berkualitas dan berakhlak karimah. Memang tak mudah menjadi seorang guru yang profesional. Ada banyak hal tantangan dan segudang permasalahan yang harus diselesaikan agar menjadi seorang guru yang unggul dalam profesinya dan dapat mencetak pribadi yang berkualitas baik dari segi intelektual maupun dari segi religius.
Dalam proses pembelajaran misalnya, banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh seorang guru agar terciptanya situasi pembelajaran yang efektif. Biasanya dalam pembelajaran guru menyajikan informasi kepada siswa dengan menggunakan berbagai metode, strategi, yang sesuai dengan standar kurikulum dan kemampuan siswa. Selain itu juga terjadi interaksi antara guru dengan siswa melalui tanya jawab, diskusi, kelompok kecil, serta pemberian tugas yang harus diselesaikan oleh siswa. Untuk menunjang keprofesionalitasnya seorang guru harus memiliki kemampuan untuk merencanakan program pembelajaran. Kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran itu meliputi perencanaan pengorganisasian bahan pengajaran sampai dengan penilaian hasil belajar (evaluasi pembelajaran)[1].
Menurut Syafruddin Nurdin ada beberapa pola kegiatan guru dalam pembelajaran serta tantangan yang dihadapinya antara lain :
1.   Pola pembelajaran yang efektif
Guru sebagai tenaga pendidik harus mampu mensinergiskan suatu kegiatan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang digunakannya. Hal ini dapat menunjang kemampuan siswa dalam berorientasi mengolah materi yang akan diajarkan. Tantangan yang acap kali dihadapi adalah guru sering tidak mampu menganalisa gaya dan pola belajar siswa, sehingga hal ini memungkinkan pemakaian metode pembelajaran yang salah dan tidak sesuai dengan kepribadian siswa. Sebagai contoh banyak siswa dapat belajar mandiri, sementara siswa lainnya lebih senang belajar dalam situasi pengajaran yang beraturan dan terpimpin. Perbedaan diantara siswa ini mengharuskan guru menggunakan berbagai metode pengajaran yang berbeda pula.
2.    Kondisi dan Asas untuk Belajar yang Berhasil
     Pengajaran yang efektif ditandai oleh berlangsungnya proses belajar secara optimal. Proses belajar dapat dikatakan berlangsung apabila siswa dapat mengetahui atau melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui atau dapat dilakukan olehnya. Jadi hasil belajar akan terlihat dengan adanya tingkah laku baru dalam pengetahuan berpikir atau kemampuan jasmaniah. Dikarenakan tugas perancangan pengajaran adalah membantu terjadinya proses belajar, maka seorang guru harus mampu menyadari dan memanfaatkan kondisi dan asas yang telah terbukti mendukung proses belajar tersebut dengan baik.[2]
     Louis V. Gesrtner dkk, membagi kedalam delapan permasalahan yang akan dihadapi oleh guru dalam mengkondisikan asas belajar yang berhasil untuk siswa diantaranya :
a)        Persiapan Sebelum Mengajar
Siswa harus lulus dengan nilai yang memuaskan dalam pelajaran prasyarat sebelum memulai sesuatu program atau satuan pelajaran tertentu. Kalau hasil belajar sebelumnya tidak cukup dikuasai, pelajaran berikutnya menjadi kurang berati dan belum layak untuk dilanjutkan kepada materi selanjutnya..
b)        Sasaran belajar
Siswa dapat memperoleh informasi lebih banyak dan mengingatnya dengan jangka waktu yang lebih lama apabila sasaran belajar ditulis dengan cermat dan disusun secara sistematis.
c)        Susunan Bahan Ajar
Proses belajar dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau tata cara yang akan dipelajari tersusun dalam urutan yang bermakna. Kemudian, bahan ajar tersebut harus disajikan pada siswa dalam beberapa bagian ; susunan dan tata cara ini dapat membantu siswa dalam menggabungkan dan memadukan pengetahuan atau proses secara pribadi.
d)       Perbedaan individu
Siswa belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda-beda. Akan tetapi bukti menunjukkan bahwa sebagian siswa dapat mencapai sasaran pembelajaran dengan cara yang memuaskan apabila mereka, menggunakan bahan yang tepat, diperbolehkan belajar menurut kecepatan mereka masing-masing.
e)        Motivasi
Seseorang mau belajar apabila memang terjadi proses pembelajaran. Keinginan itu timbul karena adanya motivasi. Motivasi akan timbul pada diri seseorang apabila pengajaran dipersiapkan dengan baik, sehingga dirasakan penting dan menarik untuk siswa. Hal ini seringkali menimbulkan masalah ketika guru tidak mampu menumbuhkan motivasi kepada diri siswa dikarenakan karena pengalaman guru yang kurang  memadai dan tidak dapat menarik perhatian siswa dalam belajar.
f)         Sikap Mengajar
Sikap positif yang diperlihatkan oleh guru terhadap materi pembelajaran yang disajikan kepada siswa dan terhadap metode pengajaran yang digunakan, dapat mempengaruhi motivasi dan sikap siswa terhadap suatu materi pembelajaran. Apabila siswa benar-benar melihat sikap yang positif dari guru, maka siswa akan cenderung bertingkah laku positif pula, begitu juga sebaliknya.[3]
Agus Makmun Dan Abdul Mukti (2003) mengemukakan, ada dua macam klasifikasi tantangan yang dihadapi oleh pendidik dewasa ini, yang mana tantangan tersebut bersifat internal dan eksternal. Adapun tantangan yang bersifat internal menyangkut program pemahaman, perencanaan, pelaksanaan, penerapan, dan evaluasi. Sedangkan tantangan eksternal menyangkut kemajuan IPTEK, globalisasi informasi, perubahan politik, sosial, dan budaya bangsa.
Memaknai dua macam tantangan tersebut, senyatanya ingin dikatakan bahwa problematika kegagalan dan permasalahan pembelajran yang dihadapi oleh guru begitu kompleksnya. Aspek psikologis, kultur, dan sosial budaya siswa sangat berpengaruh besar dalam proses internalisasi nilai-nilai agama dan kependidikan  ke dalam sikap dan perilakunya.[4]
       Seorang guru misalnya, ketika membelajarkan pesan-pesan moralitas agama kepada siswa disarankan agar mampu memperhatikan perkembangan siswa dari berbagai aspek, misalnya aspek akal, yaitu melalui penjelasan manfaat dan hikmah ritual agama, aspek emosional yaitu dengan membangkitkan rasa cinta dan penghargaan serta apresiasi terhadap agama, aspek minat yaitu dengan memperhatikan perkembangan minat siswa terhadap agama, aspek sosial yaitu dengan membiasakan siswa melakukan tindakan-tindakan terpuji.
       Berbagai bentuk tantangan dan permasalahan hadir dalam lingkup pembelajaran.           Ma’ruf Musthafa menguraikan penyebab-penyebab timbulnya pola tingkah laku negatif pada siswa diantaranya :
v Saat siswa memasuki usia remaja. Masa ini kerap disebut masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
v Kebiasaan dari teman sebaya (teman dekatnya). Secara emosional siswa cenderung meniru kawan-kawannya. Meniru adalah modal utama siswa untuk bergaul dengan sesamanya.
       Problematika inilah yang dihadapi oleh setiap tenaga pendidik dalam pembelajaran disekolah. Siswa yang mengidap penyakit moral pun menjadi perhatian utama oleh guru, dimana gejala awal seperti enggan belajar, apatis terhadap keadaan buruk yang menimpanya, pergaulan yang menohok perilaku sosialnya, dan penyakit-penyakit sosial lainnya akan sulit oleh guru untuk mengubah perilakunya. Disinilah dibutuhkan sosok seorang guru yang sempurna dimana ia mampu untuk “meng-install” kembali perilaku mental dan sosial siswanya. Tenaga kependidikan itu harus mampu mengkombinasikan sentuhan-sentuhan akal, emosional, dan spiritual yang bergerak disemua aspek perilaku siswa.
       Untuk itu guru adalah seorang yang paling berkompeten dalam hal merubah pola, sikap dan  perilaku siswa. Tidak saja sebagai pengajar dan pendidik dengan hanya mendesaign program perencanaan pembelajaran disekolah, melainkan mampu membimbing siswa kearah perubahan sikap dan perilaku yang positif secara optimal.
       Tantangan ini harus bisa dimanfaatkan oleh guru dalam membentuk karakteristik siswa. Dalam hal ini guru harus lebih jeli mengindetifikasi beberapa hal yaitu pertama, guru harus mampu mengakaji akar persoalan yang mendorong timbulnya sikap dan perilaku negative pada siswa, kedua guru harus menghindari sikap menganggap lemah, menghina, merendahkan, mengekang, menakut-nakutkan, dan menghindari penggunaan cara-cara kekerasaan dalam menyelesaikan persoalan ketiga, pemberian ganjaran dan siksaan (reward and punishment) haruslah bijaksana, jangan sampai menimbulkan reaksi dan rangsangan untuk mengulangi sikap dan perilaku negatif dari siswa. Yang paling pokok dalam penyampaian materi pembelajaran adalah sikap keikhlasan dan ketulusan seorang guru, bukan hanya semata “royaliti” yang didambakannya.
b.        Tantangan Profesionalisasi Jabatan Guru
Hakikat keprofesionalan jabatan guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa guru adalah jabatan atau pekerjaan yang profesional, meskipun pernyataan ini dikeluarkan dalam bentuk resmi. Sebaliknya, status profesional hanya dapat diraih melalui perjuangan yang berat dan cukup panjang. T. Raka Joni mengemukakan ada lima tantangan yang dihadapi oleh guru menyangkut keprofesionalannya dalam proses pembinaan diri menuju tenaga pendidik yang ideal, antara lain meliputi :
1.    Bidang Layanan Keahlian
     Bidang keguruan belum merupakan profesi dalam arti yang sepenuhnya. Akan tetapi apabila kita memusatkan perhatian dan kepedulian akan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, maka penanganan layanan pendidikan mulai dari perencanaan sampai dengan penyelenggaraannya dari hari ke hari mutlak memerlukan tenaga-tenaga yang profesional. Sebaliknya, persiapan menjemput generasi cemerlang untuk hari esok saat ini membutuhkan guru-guru yang benar-benar memiliki ketanggapan yang berlandaskan kearifan               (Informed Responsiveness) terhadap kemungkinan masalah-masalah pendidikan yang akan dihadapi dimasa mendatang.
2.    Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program pendidikan pra-jabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya tahap ini pun masih memberikan sebuah dampak kelemahan, dimana dewasa ini pengakuan lebih banyak didasarkan kepada kepemilikan status yang sering disebut dengan Akreditasi.
3.        Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan program pendidikan kepada guru yang memiliki kemampuan minimal yang diprasyaratkan atau yang sering disebut dengan Sertifikasi Guru.
4.        Secara perorangan atau kelompok, kaum pendidik bertanggung jawab penuh atas segala aspek kependidikan, dalam melaksanakan tugasnya pendidik cenderung mengabaikan fungsi ini, dan lebih mengedepankan pemanfaatan keahlian dalam materi semata.
5.        Kelompok pendidik memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi para anggotanya yang menjunjung tinggi nilai-nilai keprofesionalan, bukan sebaliknya menjadikan kode etik sebagai sarana acuan norma-norma kependidikan saja.[5]
       Dari lima tantangan yang dihadapi itu, maka ada tiga hal aspek yang harus diperhatikan sangat oleh pendidik sebagai tenaga kependidikan dalam rangka mencerdaskan siswa-siswanya dalam proses pembelajaran yaitu tenaga kependidikan haruslah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai pendidik, meliputi :
v          Keteladanan dan keahlian
v          Keterampilan dalam pengajaran
v          Penguasaan materi pembelajaran
v          Menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran
v          Metode pembelajaran yang efrektif
v          Sistem penilaian dan evaluasi
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sosok guru yang ideal bukan hanya berperan sebagai seorang pendidik saja, akan tetapi juga berperan rangkap sebagai pembimbing dan pembentuk karakter sikap dan pola tingkah laku siswa. Berbagai macam tantangan yang dihadapi guru hendaknya mampu meningkatkan kualitas keprofesionalannya dalam mendidik. Salah satu upaya yang dapat dilakukannya adalah merangsang potensi, motivasi, dan minat belajar peserta didik dan memberikan peluang untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan belajarnya, tidak hanya dari peserta didik saja, guru pun harus dituntut mampu bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diembankan kepadanya.[6]
c.         Tantangan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Pembelajaran
       Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
       Pendidikan agama islam adalah usaha sadar untukmenyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
       Sebagai guru dalam pendidikan agama  islam, tidak mudah menjadi yang profesional, semua itu perlu adanya latihan, pendalaman materi, pengalaman yang cukup, dan mampu mengahadapi tantangan-tantangan yang dihadapi, sebagai guru yang mana suatu materi nya kurang dominan diminati oleh para pelajar masa sekarang, yang lebih mengutamakan pelajaran umum. Bagitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru PI dalam pembelajaran yaitu diantaranya:
a.       Tantangan internal PAI
·         Banyak dipengaruhi barat
·         Lebih diutamakan pengajaran dari pada pendidikan moral
·         Guru PAI bersifat eksllusif
·         Kegiatan PAI tidak integrative
·         Materi PAi tidak integrative dengan disiplim ilmu lainnya
·         PAi tidak mengikuti perkembangan zaman
·         Materi pelajaran yang masih bersiafat dasar
·         Kurang nya diperkaya dengan metode dan pendekatan baru
·         Kurangnya saran dan prasarana yang menunjang mendukung tercapainya tujuan pembembelajran PAI
·         Masih bersifat korespondensi tekstual dan hafalan
·         Penilaian ujian masih lebih mangutamakan aspek kognisi.
b.      Tantangan eksternal PAI
Ø  Umum
·         Paham keagamaan masih dogmatif- normative
·         Semakin maretanya pengetahuan agama
·         Masing-masing merasa memilki otoritas
·         Tidak adanya tokoh sentral yang diteladani
·         Semakin kuat nya pengaruh sain dan teknologi
·         Rentannya budaya masyarakat muslim

Ø  Khusus
·         Warisan agama yang masih cendrung dogmatif
·         Adanya pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum
·         Tidak adanya keberanian merubah paradigm sekularisasi agama
       Dari tantangan diatas, terdapat Tujuh langkah focus utama guru PAI dalam proses belajar mengajar pendidikan agama islam, yaitu sebagai berikut:
·         Meningkatkan keimanan dan ketakwaan ynag telah diterima dari keluarganya
·         Menyalurkan bakat dan minat untuk mendalami ilmu agama untuk manfaat pribadi dan orang lain.
·         Memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama
·         Menangkal dan mencegah pengaruh negative terhadap paham dan perilaku, amalan keagamaannya.
·         Menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik phisik maupun phisikis
·         Menjadikan ajaran agama sebagai tuntunan dan rujukan kehidupannya
·         Mampu memahami ajaran agama dengan baik secara menyeluruh sesuai dengan daya serap peserta didik
C.      Penutup
1.        Kesimpulan
       Seorang guru yang profesional mampu mengahdapi dan mengolah tantangan menjadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan, memahami apa yang diajarkan, menguasai bagaimana mengajarkannya, dan tidak kalah pentingnya menyadari mengapa dia memilih dan menetapkan pilihan terhadap sesuatu kegaiatan pembelajaran.
Sejalan dengan kenyataan itu, keberhasilan pendidikan akan ditentukan oleh keberhasilan kita sebagai seorang guru dan pendidik dalam mengelola pendidikan nasional manakala didalamnya guru menempati posisi utama. Dan penting memang harus diakui dan tak dapat disangkal lagi selama ini peran guru diperlakukan “kurang taat asas” dalam arti dinyatakan sebagai sosok panutan, namun tampa disertai kesedian untuk menghargai tugas mereka sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, keinginan untuk “memprofesionalisasikan” jabatan guru masih belum memiliki pijakan struktural yang memadai.
       Dengan demikian tantangan yang dihadapi oleh guru telah diperhitungkan sebelumnya dan mempetimbangkan kemungkinan dampak jangka panjang dari setiap tindak-tanduknya. Setiap tindakan dan keputusan berlandaskan wawasan kependidikan sebagai perwujudan dari ketanggapan menghadapi permasalahan dalam dunia kependidikan.
2.        Saran
Alhamdulilllah pemakalah ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat serta hidayah-Nya, sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. 
Pemakalah menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, meskipun usaha ke arah itu telah pemalakah lakukan. Namun karena tingkat kemampuan pemakalah yang sangat terbatas, oleh karena itu pemakalah mengharap dari pembaca bisa memberikan kritikan dan saran yang membantu dan membangun untuk  kesempurnaan makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang dan apa yang ada dalam makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya, semoga apa yang telah penulis upayakan mendapatkan ridho dari Allah SWT, Amien….
                     DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Barizi dan Muhammad Idris, Menjadi Guru yang Unggul, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2010
Syafruddin Nurdin dan  Basyaruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum  Jakarta : Ciputat Pers 2002
Susi Herawati, Etika Profesi Keguruan, Batusangkar,  STAIN Batusangkar : 2009
Kusnandar, Guru Profesional (Implementasi dari KTSP Edisi Revisi), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada : 2008
Hamzah B. Uno., Profesi Kependidikan  Jakarta : Bumi Aksara  2008
Soecipto, Profesi Keguruan Jakarta : Rineka Cipta 2009










[1] Ahmad Barizi dan Muhammad Idris, Menjadi Guru yang Unggul, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2010) hal : 142-143
[2] Syafruddin Nurdin dan  Basyaruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum  (Jakarta : Ciputat Pers 2002),  hal 20-23
[3] Susi Herawati, Etika Profesi Keguruan  (Batusangkar,  STAIN Batusangkar : 2009), hal 70
[4] Kusnandar, Guru Profesional (Implementasi dari KTSP Edisi Revisi), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada : 2008), hal 36-40
[5] Hamzah B. Uno., Profesi Kependidikan  (Jakarta : Bumi Aksara  2008),  hal 18
[6] Soecipto, Profesi Keguruan (Jakarta : Rineka Cipta 2009), hal 48